8 TAHUN DI SAN FRANCISCO

Rabu, 14 September 2022

Ini tahun ke-8 sejak kami pindah dari Jakarta ke San Francisco. Kalau diibaratkan masa jabatan Presiden AS, sudah dua periode. 


Pemandangan pantai Ocean Beach dan samudra Pasifik di San Francisco


Waktu terasa begitu cepat berlalu lantaran situasi pandemi COVID-19. Wabah coronavirus ini ternyata memunculkan gejolak lain. Beredar berita soal kekerasan pada warga keturunan Asia. Ditambah aksi penjarahan di beberapa tempat seputar SF.


Gelisah? Tentu saja. Apalagi pemberitaan soal tersebut sangat gencar. 


Apakah kami lantas merasa tidak nyaman lagi tinggal di sini? Tentu tidak. Di sini lah tempat yang paling tepat untuk tinggal buat kami. Kota yang menyediakan banyak peluang bagi kami untuk terus bertumbuh. 


Mengapa kami berpendapat demikian?


Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita lihat dulu situasi apa gejolak di SF.


Tentu pembaca CeritaSF pernah melihat berita soal maraknya kekerasan pada warga keturunan Asia di sini, di mana orang Asia dianggap sebagai penyebab penyakit.


Belum lagi beberapa video yang direkam di Union Square, SF, dan dibagikan secara luas di berbagai grup WhatsApp keluarga juga media sosial. Video-video tersebut memperlihatkan soal tindakan penjarahan pakaian, tas bermerek, sepatu mahal, obat-obatan dan barang lain dari berbagai toko. 


Narasi-narasi seram menyertai penyebaran video tersebut, misalnya: kondisi AS lebih parah dari negara berkembang atau pelaku kriminal dibiarkan berkeliaran/tidak ditangkap.


Namun memang apa yang diberitakan seringkali tidak menggambarkan kondisi seutuhnya. Nyatanya aparat penegak hukum bertindak tegas. Para penjarah ditangkap dan akan menerima hukuman. Pelaku kekerasan pada warga Asia juga bakal menerima konsekuensinya.


Kenyataannya, sebagian besar wilayah SF berada dalam kondisi aman. Hidup mulai kembali berangsur normal setelah mayoritas orang divaksin COVID. 


Satu hal yang kami syukuri, sistem di Amerika pada umumnya memberi kesempatan seluas-luasnya pada siapa saja. Latar belakang pendidikan, asal-usul suku bangsa, bukan halangan untuk mendapat pekerjaan yang layak.


Kami berdua tidak ada yang memiliki ijazah dari sekolah di AS, tetap bisa memperoleh pekerjaan sesuai kemampuan kami. Salah satu dari kami memulai karir dari nol dan kini bekerja di perusahaan teknologi yang membuat perangkat lunak/software.


Rumah yang kami tinggali sekarang dibeli lewat program subsidi. Bantuan pemerintah SF ini tidak memandang status kewarganegaraan. Asalkan mampu mencicil dan menang undian, siapapun berhak ikut.


Sistem jaminan sosial di SF juga kami rasakan cukup baik. Contohnya saat salah satu dari kami diberhentikan dari kantor, ada tunjangan yang kami terima dari pemerintah. Plus biro tenaga kerja memberi pelatihan supaya cepat memperoleh pekerjaan.


Tak kalah penting, angkutan massal di SF termasuk yang terbaik di Amerika. Kereta bawah tanah, trem, bis, menjangkau seluruh pelosok kota dengan tarif sangat terjangkau. Untuk hidup di SF tidak perlu membeli mobil, hal yang wajib dimiliki kalau tinggal di wilayah lain (kecuali NYC, dan beberapa kota pesisir).


Paling tak ternilai, udara bersih bebas polusi dan keindahan alam seputar kota San Francisco. Tidak habis-habis kami mengagumi hutan kota, lembah yang dihuni satwa liar, atau pantai berpasir putih sejauh mata memandang.


Setiap tempat pasti ada kekurangannya, namun bagi kami San Francisco adalah yang terbaik. Masih seperti itu, walau sudah delapan tahun berlalu.


Tautan cerita lainnya:



1 komentar:

© ceritasf 2017. Diberdayakan oleh Blogger.
Back to Top