Sebelas tahun lalu saat pertama kali menginjakkan kaki di San Francisco, kami tinggal di penginapan bernuansa abad ke-19 bernama San Remo di kawasan North Beach, yang sudah berdiri sejak 1906.
San Remo Hotel, San Francisco - September 2014 |
Daerah North Beach ini dulunya dikenal sebagai kantung pemukiman imigran asal Italia. Dari sini asalnya istilah “Little Italy” untuk menyebut area seluas 1 km persegi ini.
Sejak tahun 1800-an memang banyak orang Italia mengadu nasib di San Francisco. Mereka berprofesi sebagai nelayan, buruh pelabuhan, pekerja konstruksi, hingga awalnya dipandang sebagai warga negara kelas dua (“di bawah” imigran dari Inggris).
Namun lama-kelamaan mereka menjadi pemadam kebakaran, polisi, bahkan walikota, termasuk membuka berbagai macam bisnis. Salah satu pebisnis ini adalah Amadeo Pietro Giannini.
A.P. Giannini mendirikan Bank of Italy, cikal-bakal Bank of America, yang kini adalah institusi keuangan raksasa di AS. Sebagai keturunan Italia, orang tuanya dari kota Genoa, ia melihat bank saat itu sangat diskriminatif dan jarang yang mau melayani kaumnya.
Cerita pendirian Bank of America ini tentu tak asing bagi imigran yang sering dipandang sebelah mata, diremehkan, atau dianggap membawa masalah. Padahal kerja keras dan semangat untuk membangun hidup yang lebih baik, menjadikan kehadiran imigran penting untuk kemajuan suatu bangsa.
Sedihnya lagi, apa yang dialami A.P. Giannini di awal abad ke-20 kini kembali terulang lagi.
Saat ini, imigran di AS dihadapkan pada suasana yang tidak mengenakkan dan diskriminatif. Lebih-lebih bagi mereka yang berprofesi sebagai pekerja perkebunan, konstruksi, atau sektor informal.
Para perantau yang menggerakkan roda perekonomian dicekam ketakutan.
Ancaman deportasi menanti untuk kesalahan kecil yang dibuat oleh para pendatang, misalnya salah parkir, memancing ikan tanpa izin, atau salah menuliskan cek untuk pembayaran tagihan.
Padahal, Amerika Serikat dibangun di atas cita-cita keberagaman itu.
Cita-cita yang dituliskan dengan indahnya di bawah patung Liberty, “Give me your tired, your poor, your huddled masses yearning to breathe free.” Sebuah janji untuk memperoleh kebebasan bagi siapa saja tanpa terkecuali.
Harapan yang sama yang masih kami miliki. Kiranya sesama pendatang juga saling menguatkan, “badai” ini pasti akan berlalu.
Sejarah sudah membuktikan, imigran akan terus bertahan. Seperti kami yang hingga saat ini terus semangat bekerja keras untuk bertahan, membangun dan menikmati hidup sebagai imigran di negara ini.
Tautan cerita lainnya: