7 KEBIASAAN YANG MEMBUAT BETAH DI NEGARA MAJU

Kamis, 14 Mei 2015
Seattle waterfront.
Pindah dari tempat yang sudah puluhan tahun ditinggali tentunya butuh banyak pertimbangan. Apalagi kalau berpindah negara atau bahkan benua. Pertimbangan utama tentu apakah akan betah di tempat baru tersebut. 

Banyak orang yang berpikir pasti kondisi negara maju lebih baik dan nyaman dari Indonesia, pertimbangan "betah" acap dikesampingkan. Padahal, tidak semua orang cocok hidup di Amerika Serikat misalnya, salah satu negara maju yang jadi tujuan utama imigrasi.

Butuh sikap hidup yang sama sekali lain untuk keluar dari lingkungan negara berkembang dan bisa menikmati dan betah tinggal di negara maju. Bagaimana cara memprediksinya? Mudah saja, silakan berkaca pada kebiasaan apa yang mewarnai rutinitas harian Anda.


Sesuai pengamatan CeritaSF, berikut 7 kebiasaan yang akan membuat Anda betah hidup di negara maju  :


1. Taat peraturan

Anda tidak pernah menerobos lampu merah, antri dengan sabar di depan gubuk kambing guling saat kondangan, atau mengantongi bungkus coklat yang baru Anda habiskan sampai menemukan tempat sampah? 

Terbiasa menaati peraturan modal utama untuk menyesuaikan diri dengan kondisi serba tertata. Bahkan aturan-aturannya terkadang tidak masuk akal bagi kita orang Indonesia, misalnya parkir di suatu tempat maksimal 1 jam saja atau denda kalau makan permen karet. Keteraturan salah satu ciri negara maju, otomatis hukum ditaati bahkan jika pihak berwajib absen.


2. Menghargai waktu

Bukan sebatas soal ungkapan "time is money". Anda bisa merasakan pentingnya 2 atau 5 menit? Jika jawabannya ya, kemungkinan besar Anda cocok . Dua menit saja terlambat, pertanda Anda menunggu bis di halte padahal suhu mendekati titik beku atau mesti membuat janji ulang dengan dokter. Sepengetahuan CeritaSF, umumnya orang akan menyediakan alokasi 5-10 menit kala menepati janji. Filosofi menghargai waktu ini juga sama artinya dengan menempatkan kebutuhan orang lain sama pentingnya dengan keperluan kita.

Maka tak heran orang lazimnya merencanakan rute secara matang sebelum keluar rumah atau berjalan cepat supaya dapat tepat hadir sesuai janji. Bahkan cuaca dijadikan pertimbangan penting; umpamanya ketika turun hujan akan berangkat jauh lebih awal karena kecepatan mobil lebih lambat daripada saat jalanan kering. 


3. Mandiri

Tergantung pada orang lain di negara maju sama artinya dengan berdompet tebal. Pekerja domestik (asisten/pembantu, supir, tukang kebun) biasanya tenaga profesional bersertifikat dan gajinya ditetapkan dengan standar minimum. Jarang sekali keluarga mempekerjakan asisten di rumahnya, ya kecuali Anda salah satu pendiri Facebook atau bintang Hollywood.

Jasa pengurusan administrasi ke negara pun biasanya ditangani profesional di bidangnya (pengacara untuk izin usaha, akuntan publik soal pajak) yang bayaran per jamnya setara satu bulan upah minimum di Jakarta. Semua sudah dimudahkan, informasi selalu tertulis jelas dan lengkap. Malu bertanya sesat di jalan, minta dibantu alamat celaka soal keuangan. 


4. Penuh perencanaan 

Paling utama soal keuangan dan hal apa yang akan dilakukan di masa mendatang. Soal dana pensiun sudah dipikirkan dalam periode 5 tahun pertama sejak mulai bekerja. Selanjutnya pembelian aset (rumah, kendaraan) dan pembiayaan anak (jika memutuskan punya), dirancang jauh-jauh hari. 

Termasuk alokasi pendapat bulanan, sudah diperinci digunakan untuk apa saja. Tentu penghematan menjadi bagian penting, misalnya berapa kali sebulan beli kopi di cafe, kapan saja makan di restoran, dan penggunaan listrik-air-telepon-internet. 


5. Menikmati keragaman sebagai hal yang memperkaya

Sejalan dengan tingkat pembangunan, biasanya masyarakatnya akan semakin terbuka dengan variasi pemikiran maupun gaya hidup. Selama tidak melanggar hukum, pemikiran maupun gaya hidup Anda akan dihormati orang lain, dianggap mewarnai masyarakat. 

Maka tidak heran kelompok pemuja alien (makhluk angkasa luar) maupun pemeluk agama monoteisme sama-sama bebas menyuarakan aspirasinya. Jarang sekali yang memaksakan pendapatnya sebagai kebenaran yang harus diakui orang lain. Selama masih dalam koridor hukum, semua sah-sah saja. Kebenaran didiskusikan dan tidak dipandang mutlak.


6. Menghargai privasi orang lain

Hal ini berhubungan erat dengan point no. 5 di atas, sering juga disalahartikan sebagai tidak peduli sesama. Ada semacam keengganan membahas hal-hal pribadi jika yang bersangkutan tidak memulai lebih dulu dengan kondisinya. 

Sepengalaman CeritaSF, perbincangan hampir selalu menghindari topik pembicaraan soal: rumah tangga (status perkawinan, ada/tidaknya anak), nafkah (darimana Anda dapat uang, berapa penghasilan bulanan), maupun hal-hal yang biasa Anda tuliskan di curriculum vitae ala Indonesia (usia, agama, suku), dan politik. 

Topik favorit pembicaraan biasanya terobosan baru (teknologi, kesehatan), kemanusiaan (kisah inspiratif), seni, dan hobi di waktu senggang.


7. Menilai orang dari pencapaian, bukan kekayaan

Hal ini yang terkait nomor 5 dan topik favorit pembicaraan sehari-hari. Anda dipandang penting atau berprestasi jika punya rekam jejak menarik, bukan dari banyaknya harta. Gampangnya begini, Steve Jobs pendiri Apple Inc. dikagumi bukan karena kekayaan pribadinya  senilai $10 miliar, melainkan karena idenya menghasilkan revolusi industri informasi.

2 komentar:

  1. Tak tambahin no. 8, tidak menggunakan konten bajakan, mulai dari lagu, film sampai software.

    BalasHapus

© ceritasf 2017. Diberdayakan oleh Blogger.
Back to Top